Sabtu, 02 Januari 2016

Pemuda merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan sebuah bangsa, kader pergerakan bangsa, dan kader masyarakat, yang nantinya akan dijadikan sebagai kader perubahan dengan kemampuan kepemimpinan serta ide-idenya yang cemerlang dalam memberikan perbedaan dengan budaya keunggulannya. Sebagaimana menyitir pendapat Nur Syam, generasi muda adalah the leader of tommorow. Secara definitif seseorang dianggap pemuda jika dari sisi usia adalah dalam bentangan usia 10-24 tahun. Di sisi lain, seseorang bisa saja dianggap muda jika yang bersangkutan memiliki semangat sebagaimana kaum muda. Bisa jadi usianya tua kira-kira 40 tahunan akan tetapi masih berjiwa muda. Sehingga tidak salah jika pemuda selalu diidentikan dengan perubahan karena peran pemuda sangat menentukan di masa yang akan datang atau yang biasa kita kenal yaitu agent of change. Pemuda sebagai pelopor perubahan (agent of change) memerlukan roh dan semangat yang menjadi landasan utamanya. Jatidiri Indonesia pada hakekatnya adalah roh dan semangat yang menggerakan untuk bangkit melawan berbagai tantangan yang sekarang ini menjadi realitas bangsa.

Saat ini Indonesia masih menghadapi tantangan berat. Salah satunya posisi daya saing Indonesia yang kembali turun. Dalam laporan The Global Competitiveness Index 2012-2013, Indonesia menempati posisi ke-50 dari 144 negara di dunia dengan skor 4,4, atau turun 4 level dari tahun lalu yang berada di posisi 46. Data ini selaras dengan realitas sumber daya manusia khususnya pemuda. Posisi pemuda sebagian besar banyak mengalami stagnasi dan distorsi akibat disoreintasi. Pemuda kehilangan elan vitalnya sebagai salah satu agent of change bagi kebangkitan bangsa. Saat ini pula mereka buta akan realitas sosial yang ada, ditambah dengan perilaku individualis, pragmatis, hedonis dan konsumtif yang menyebabkan menurunnya citra daya saing pemuda sebagai tonggak inovasi dan kedigdayaan suatu bangsa.[1]

Sungguh ironis, di kawasan ASEAN saja, daya saing Indonesia sendiri berada pada posisi ke 40, lebih baik dari Filipina di urutan 59 dan Vietnam dengan rating 70, Laos 81, Kamboja 88 atau Myanmar di posisi 139. Indonesia masih berada di bawah Thailand dengan rating 37, Brunei Darussalam di posisi 26, dan Malaysia di peringkat ke 24.  Data ini menunjukan posisi tawar daya saing Indonesia sedikit mengkhawatirkan dibandingkan dengan negara tetangga. Betapa bangsa besar ini masih kurang kompetitif dibandingkan dengan negara tetangga yang secara defacto sumber daya alam sedikit.[2]

Dalam menghadapi MEA 2015 kesiapan pemuda terlihat dari berbagai peranan sosiologis seperti formatif, faktual, dan ideal. Itu juga ditambah sikap kepemimpinan dan karakter terbaik. Dengan semua hal itu para pemuda yang terlibat akan menjadikan MEA 2015 bukan lagi kendala namun sebagai pencerahan atau tantangan.

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015
Perubahan sistem perdagangan internasional menuju liberalisasi, seperti ASEAN menuju AFTA dan nanti menjadi MEASEAN 2015,  memunculkan banyak peluang dan sekaligus juga tantangan-tantangan dan, bahkan, ancaman-ancaman bagi setiap perusahaan/pengusaha dari semua skala usaha. Peluang yang dimaksud adalah peluang pasar yang lebih besar dibandingkan sewaktu perdagangan dunia masih terbelah-belah karena proteksi yang diterapkan di banyak negara terhadap produk-produk impor.[3]
Sedangkan tantangan bisa dalam berbagai aspek, misalnya, bagaimana bisa menjadi unggul di pasar dalam negeri, yakni mampu mengalahkan pesaing domestik lainnya maupun pesaing dari luar negeri (impor), bagaimana bisa unggul di pasar ekspor atau mampu menembus pasar di negara-negara lain; bagaimana usaha bisa berkembang pesat (misalnya skala usaha tambah besar, membuka cabang-cabang perusahaan), bagaimana penjualan/output bisa tumbuh semakin pesat; dan lain-lain. Jika tantangan-tantangan tersebut tidak bisa dimanfaatkan atau dihadapi sebaikbaiknya, karena perusahaan bersangkutan menghadapi banyak kendala (misalnya, keterbatasan modal, teknologi dan SDM berkualitas tinggi), maka tantangan-tantangan yang ada bisa menjelma menjadi ancaman, yakni perusahaan terancam tergusur dari pasar, atau ada penurunan produksi.[4]
Secara umum, lebih dari satu dekade lalu, para pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang. Ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan. Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.[5]
Terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat dijadikan suatu momentum yang baik untuk Indonesia. Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.[6]
 Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce. Dengan demikian, dapat tercipta iklim persaingan yang adil;  terdapat perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen; mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan transportasi yang efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation, dan; meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online.[7]

Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan, serta teknologi.[8]

Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.[9]




[1] Setiawan, Edi, 2014, Peran Pemuda Hadapi Pasar ASEAN, paper disampaikan Okezonenews, (Jakarta: Direktur Lingke Jakarta dan Analis Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
[2] Dikutip, dalam, ibid,
[3] Dikutip, dalam Kadin Indonesia, 2013, Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Peluang dan Tantangan Bagi UKM Indonesia, (Jakarta: Kamar Dagang dan Industri Indonesia), hal. 14.
[4] Dikutip, dalam, ibid,
[5] Sari, Indah, Dita, 2014, Apa yang harus Anda ketahui tentang Masyarakat Ekonomi Asean, diunduh dari http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/08/140826_pasar_tenaga
_kerja_aec
, pada 03 Mei 2015
[6]Baskoro, Arya, 2015, Paper, Peluang, Tantangan, Dan Risiko Bagi Indonesia Dengan Adanya Masyarakat Ekonomi Asean, (Jakarta: Center for Risk Management Studies Indonesia).
[7] Dikutip, dalam, ibid,
[8] Dikutip, dalam, ibid,
[9] Dikutip, dalam, ibid,

0 komentar: