Pemuda merupakan generasi penerus
cita-cita perjuangan sebuah bangsa, kader pergerakan bangsa, dan kader
masyarakat, yang nantinya akan dijadikan sebagai kader perubahan dengan
kemampuan kepemimpinan serta ide-idenya yang cemerlang dalam memberikan
perbedaan dengan budaya keunggulannya. Sebagaimana menyitir pendapat Nur Syam,
generasi muda adalah the leader of
tommorow. Secara definitif seseorang dianggap pemuda jika dari sisi usia
adalah dalam bentangan usia 10-24 tahun. Di sisi lain, seseorang bisa saja
dianggap muda jika yang bersangkutan memiliki semangat sebagaimana kaum muda.
Bisa jadi usianya tua kira-kira 40 tahunan akan tetapi masih berjiwa muda.
Sehingga tidak salah jika pemuda selalu diidentikan dengan perubahan karena
peran pemuda sangat menentukan di masa yang akan datang atau yang biasa kita
kenal yaitu agent of change. Pemuda
sebagai pelopor perubahan (agent of
change) memerlukan roh dan semangat yang menjadi landasan utamanya.
Jatidiri Indonesia pada hakekatnya adalah roh dan semangat yang menggerakan
untuk bangkit melawan berbagai tantangan yang sekarang ini menjadi realitas
bangsa.
Saat ini Indonesia masih
menghadapi tantangan berat. Salah satunya posisi daya saing Indonesia yang
kembali turun. Dalam laporan The Global Competitiveness Index 2012-2013,
Indonesia menempati posisi ke-50 dari 144 negara di dunia dengan skor 4,4, atau
turun 4 level dari tahun lalu yang berada di posisi 46. Data ini selaras dengan
realitas sumber daya manusia khususnya pemuda. Posisi pemuda sebagian besar
banyak mengalami stagnasi dan distorsi akibat disoreintasi. Pemuda kehilangan
elan vitalnya sebagai salah satu agent of change bagi kebangkitan bangsa. Saat
ini pula mereka buta akan realitas sosial yang ada, ditambah dengan perilaku
individualis, pragmatis, hedonis dan konsumtif yang menyebabkan menurunnya
citra daya saing pemuda sebagai tonggak inovasi dan kedigdayaan suatu bangsa.[1]
Sungguh ironis, di
kawasan ASEAN saja, daya saing Indonesia sendiri berada pada posisi ke 40,
lebih baik dari Filipina di urutan 59 dan Vietnam dengan rating 70, Laos 81,
Kamboja 88 atau Myanmar di posisi 139. Indonesia masih berada di bawah Thailand
dengan rating 37, Brunei Darussalam di posisi 26, dan Malaysia di peringkat ke
24. Data ini menunjukan posisi tawar
daya saing Indonesia sedikit mengkhawatirkan dibandingkan dengan negara
tetangga. Betapa bangsa besar ini masih kurang kompetitif dibandingkan dengan
negara tetangga yang secara defacto sumber daya alam sedikit.[2]
Dalam menghadapi MEA
2015 kesiapan pemuda terlihat dari berbagai peranan sosiologis seperti
formatif, faktual, dan ideal. Itu juga ditambah sikap kepemimpinan dan karakter
terbaik. Dengan semua hal itu para pemuda yang terlibat akan menjadikan MEA
2015 bukan lagi kendala namun sebagai pencerahan atau tantangan.
Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA) 2015
Perubahan sistem perdagangan internasional
menuju liberalisasi, seperti ASEAN menuju AFTA dan nanti menjadi MEASEAN 2015, memunculkan banyak peluang dan sekaligus juga
tantangan-tantangan dan, bahkan, ancaman-ancaman bagi setiap perusahaan/pengusaha
dari semua skala usaha. Peluang yang dimaksud adalah peluang pasar yang lebih
besar dibandingkan sewaktu perdagangan dunia masih terbelah-belah karena proteksi
yang diterapkan di banyak negara terhadap produk-produk impor.[3]
Sedangkan tantangan bisa dalam
berbagai aspek, misalnya, bagaimana bisa menjadi unggul di pasar dalam negeri,
yakni mampu mengalahkan pesaing domestik lainnya maupun pesaing dari luar
negeri (impor), bagaimana bisa unggul di pasar ekspor atau mampu menembus pasar
di negara-negara lain; bagaimana usaha bisa berkembang pesat (misalnya skala
usaha tambah besar, membuka cabang-cabang perusahaan), bagaimana penjualan/output
bisa tumbuh semakin pesat; dan lain-lain. Jika tantangan-tantangan tersebut tidak
bisa dimanfaatkan atau dihadapi sebaikbaiknya, karena perusahaan bersangkutan menghadapi
banyak kendala (misalnya, keterbatasan modal, teknologi dan SDM berkualitas tinggi),
maka tantangan-tantangan yang ada bisa menjelma menjadi ancaman, yakni perusahaan
terancam tergusur dari pasar, atau ada penurunan produksi.[4]
Secara umum, lebih dari satu dekade
lalu, para pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan
Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang. Ini dilakukan agar daya saing Asean
meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman
modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan
pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan. Pembentukan pasar tunggal yang
diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini nantinya memungkinkan
satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di
seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.[5]
Terdapat empat hal yang akan menjadi
fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat dijadikan suatu momentum yang baik untuk
Indonesia. Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan
sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan
pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal
dalam jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari
satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.[6]
Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan
ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan
yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property
Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce. Dengan demikian, dapat tercipta iklim
persaingan yang adil; terdapat
perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen;
mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan transportasi
yang efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation,
dan; meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online.[7]
Ketiga, MEA pun akan dijadikan
sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan
memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan
dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi
terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan
kemampuan, keuangan, serta teknologi.[8]
Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap
perekonomian global. Dengan dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan
koordinasi terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan ditingkatkan
partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan pasokan global
melalui pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota ASEAN
yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan
partisipasi mereka pada skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk
terintegrasi secara global.[9]
[1] Setiawan, Edi, 2014, Peran Pemuda Hadapi Pasar ASEAN, paper
disampaikan Okezonenews, (Jakarta: Direktur
Lingke Jakarta dan Analis Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
[3] Dikutip, dalam Kadin
Indonesia, 2013, Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015: Peluang dan Tantangan Bagi UKM Indonesia, (Jakarta: Kamar Dagang dan
Industri Indonesia), hal. 14.
[5] Sari, Indah, Dita, 2014, Apa yang harus Anda ketahui tentang
Masyarakat Ekonomi Asean, diunduh dari http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/08/140826_pasar_tenaga
_kerja_aec, pada 03 Mei 2015
_kerja_aec, pada 03 Mei 2015
[6]Baskoro, Arya, 2015, Paper, Peluang,
Tantangan, Dan Risiko Bagi Indonesia Dengan Adanya Masyarakat Ekonomi Asean,
(Jakarta: Center for Risk Management Studies Indonesia).
0 komentar:
Posting Komentar