Indonesia mempunyai
potensi yang sangat besar untuk berkembang menjadi negara maju. Sebut saja Salah
satunya, Indonesia mempunyai penduduk terbanyak ke empat di dunia setelah
China, India, dan Amerika Serikat, yakni 240 juta jiwa. Selain itu, potensi Indonesia
lainnya ialah sumber daya alam yang melimpah seperti barang tambang, perikanan,
pertanian, kehuatanan, dsb. Beberapa tahun terakhir, perekonomian Indonesia
menunjukan kinerja yang baik dengan rata-rata pertumbuhan lebih dari 6% per
tahun, pendapatan per kapita meningkat, kekuatan ekonomi Indonesia berada pada
peringkat 16 besar dunia bahkan prediksi tahun 2030 menjadi 7 besar dunia,
Indonesia masuk dalam kelompok G-20, yaitu kelompok 20 negara dengan
perekonomian terkuat (Traitmojo, Bambang, 2013: 4).
Namun, dalam kacamata
faktual menyebutkan bahwa berkaitan dengan ekonomi bangsa Indonesia masih
dihadapkan dengan berbagai masalah. Sebut saja, globalisasi ekonomi telah
membawa kinerja ekonomi yang bagus, tap nampaknya hal ini hanya dinikmati oleh
para pemilik modal, orang-orang kaya, dan bahkan bangsa asing. Contoh, data Biro Pusat Statistik (BPS) pada bulan September 2012
menunjukan jumlah penduduk miskin, yaitu seseorang yang pengeluarannya kurang
dari Rp. 259.520,- per bulan adalah 28,59 juta jiwa.[1]
Bahkan ditingkat dunia, Indonesia merupakan pengutang atau debitor nomor 6,
peringkat human resources 112 dari
127 negara, dan pengangguran terbuka mencapai 12 juta.[2]
Selain itu,
berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Pada Januari 2014 terjadi
inflasi sebesar 1,07 persen
dengan Indeks Harga
Konsumen (IHK) sebesar 110,99.
Sedangkan, paada November 2013
terjadi inflasi sebesar
0,12 persen dengan Indeks
Harga Konsumen (IHK) sebesar 146,04.[3] Lebih
lanjut, tingkat ekspor dan impor di Indonesia belum terjadi balance dimana Nilai ekspor Indonesia
Maret 2014 mencapai US$15,21 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 3,95 persen
dibanding ekspor Februari 2014. Disisi lain, walaupun ini terjadi peningkatan
dibidang ekspor, namun jika kita telisik lebih dalam nilai impor bangsa
Indonesia juga mengalami peningkatan nilai impor Indonesia Maret 2014 mencapai
US$14,54 miliar atau naik 5,42 persen dibanding Februari 2014. Hal ini
menunjukan bahwa dalam hal ekspor-impor belum mampu mengalami keseimbangan. Hal
ini menunjukan bahwa tingkat konsumerisme dari warga negara Indonesia masih
sangat tinggi.
Lebih lanjut, hutang
pemerintah dari tahun ketahun terus meningkat. Pemerintah dimasa reformasi juga
tidak terlepas dari menambah hutang. Tahun 2007 total hutang adalah Rp 1.389
triliun dan tahn 2013 meningkat menjadi Rp 2.023 triliun Republika, 2013).[4] Perkembangan
jumlah utang luar negeri Indonesia dari tahun ke tahun
cenderungmengalami peningkatan. Hal ini tentu saja menimbulkan berbagai
konsekuensi bagibangsa Indonesia, baik dalam periode jangka
pendek maupun jangka panjang. Dalam periode jangka pendek, utang luar
negeri harus diakui telah memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi
pembiayaan pembangunan ekonomi nasional. Sehingga dengan terlaksananya
pembangunan ekonomi tersebut, tingkat pendapatanper kapita masyarakat bertumbuh
selama tiga dasawarsa sebelum terjadinya krisis ekonomi. Semakin bertambahnya
utang luar negeri pemerintah, berarti juga semakinmemberatkan posisi APBN RI,
karena utang luar negeri tersebut harus dibayarkan beserta dengan bunganya.[5]
Berangkat dari
berbagai fakta dan pernyataan di atas, menunjukan bahwa diperlukan pembangunan
sumber daya manusia secara menyeluruh. Sehingga diperlukan pemahaman awal
mengenai pembangunan ekonomi. Pemahaman tersebut diawali dengan pengertian
globalisasi ekonomi, problematika yang disebabkannya, dan berbagai solusi guna
memintasi problematika tersebut. Oleh sebab itu, dalam upaya memahami lebih
dalam mengenai pembahasan diatas maka penulis mencoba mengkaji dan mengambil
judul artikel: “Peran UKM dan Konsep Ekonomi
Kerakyatan sebagai Upaya Memintasi Problematika Ekonomi Indonesia ditengah Arus
Globalisasi”.
Selengkapnya Download Disini!
0 komentar:
Posting Komentar