Jumat, 01 Januari 2016

Gambaran Umum Masyarakat Indonesia

Insititute for Management of Development, Swiss, World Competitiveness Book (2007), memberitakan bahwa pada tahun 2005, peringkat produktivitas kerja Indonesia berada pada posisi 59 dari 60 negara yang disurvei. Atau semakin turun ketimbang tahun 2001 yang mencapai urutan 46. Sementara itu negara-negara Asia lainnya berada di atas Indonesia seperti Singapura (peringkat 1), Thailand (27), Malaysia (28), Korea (29), Cina (31), India (39), dan Filipina (49). Urutan peringkat ini berkaitan juga dengan kinerja pada dimensi lainnya yakni pada Economic Performance pada tahun 2005 berada pada urutan buncit yakni ke 60, Business Efficiency (59), dan Government Efficiency (55). Lagi-lagi diduga kuat bahwa semuanya itu karena mutu sumberdaya manusia Indonesia yang tidak mampu bersaing. Juga mungkin karena faktor budaya kerja yang juga masih lemah dan tidak merata. Bisa dibayangkan dengan kondisi krisis finansial global belakangan ini bisa-bisa posisi Indonesia akan bertahan kalau tidak ada remedi yang tepat.[1]

Bahkan, berkaitan dengan budaya kerja dapat dinilai pula dari Pada tahun 2014 UNDP merilis laporan HDI untuk 187 negera dengan nilai rata-rata HDI sebesar 0,702 (pada skala 0 sampai 1). Sebagian besar negara-negara di dunia menunjukkan peningkatan HDI, namun peningkatannya tidak merata. Wilayah yang masih menunjukkan HDI relatif rendah adalah Afrika sub-Sahara (0,502) dan Asia Selatan (0,588), sedangkan yang tertinggi yaitu Amerika Latin dan Karibia (0, 740), diikuti oleh Eropa dan Asia Tengah ( (0,738).[2]

Indonesia menempati peringkat ke-108 dari 187 negara pada tahun 2013, atau tidak mengalami perubahan dari tahun 2012. Posisi tersebut menempatkan Indonesia pada kelompok menengah. Skor nilai HDI Indonesia sebesar 0,684, atau masih di bawah rata-rata dunia sebesar 0,702. Peringkat dan nilai HDI Indonesia masih di bawah rata-rata dunia dan di bawah empat negara di wilayah ASEAN (Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand). Tiongkok yang pada tahun 1990 masih di bawah Indonesia,mulai menyusul Indonesia pada tahun 2005. Perkembangan nilai HDI Indonesia sejak tahun 1990 dan perbandingandengan dengan emapt negara ASEAN serta Korea, Tiongkok, dan Jepang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.[3]

Terlebih, saat ini begitu terasa akan betapa kurang baiknya budaya kerja bangsa Indonesia, hal ini dapat direfleksikan dalam berbagai difat yang melekat dalam identitas diri setiap personal individu, seperti kurangnya sikap disiplin, produktif, inovatif, ikhlas, semangat serta tidak mau bekerja keras seperti bangsa-bangsa yang lebih maju. Lebih lanjut, dalam hal ini akan mencoba menekankan pada kebiasaan masyarakat Indonesia dalam bekerja yang memiliki tendensi kurang produktif. Semua itu menyebabkan sebagian besar anak bangsa yang saat ini kita lihat banyak menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak produktif, sehingga membuat mereka masih terbelenggu didalam kebodohan, kemiskinan, dan selalu kalah dalam persaingan termasuk dalam hal bisnis.

Melihat berbagai persoalan fundamen diatas maka perlu adanya analisis mendalam dalam membangun dan membentuk budaya kerja bangsa Indonesia secara ikhlas cerdas dan produktif berdasarkan kaidah Emotional and Social Quetiont (ESQ). Secara sederhana, ESQ merupakan sebuah singkatan dari Emotional Spiritual Quotient yang merupakan gabungan EQ dan SQ, yaitu Penggabungan antara pengendalian kecerdasan emosi dan spiritual. Definisi, Emosional Spiritual Quotient (ESQ) Model adalah Model Kemampuan seseorang untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, prilaku/ahlak dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ (Intelegent Quotient) yang terdiri dari IQ logika/berpikir dan IQ Financial/Kecerdasan memenuhi kebutuhan hidupnya/keuangan, EQ (Emosional Quotient) dan SQ(Spiritual Quotient) secara komprehensif. Oleh sebab itu, kaidah Emotional and Social Quetiont (ESQ) menjadi pakem yang paling “pas” dalam membangun etos kerja yakni kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas.

Membangun Etos Kerja (Kerja Keras, Kerja Cerdas, dan Kerja Ikhlas)

Sebagai bangsa yang besar, bangsa Indonesia telah menunggu karya-karya inovatif untuk bangkit menjadi bangsa yang besar. Dalam aktivitas saudara di masyarakat jangan lupa untuk selalu mengedepankan karakter untuk selalu memberikan yang terbaik (giving the best), yang dijiwai dengan akhlak dan budi pekerti yang mulia. Implementasikan selalu prinsip Kerja (Kerja Keras, Kerja Cerdas, dan Kerja Ikhlas) dalam diri pribadi, serta lingkungan aktivitas dan pekerjaan. Berikut ini akan dijelaskan berkaitan dengan role dari langkah-langkah membangun etos kerja (Kerja Keras, Kerja Cerdas, dan Kerja Ikhlas).

Pertama, Kerja keras merupakan perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Kerja keras adalah kemampuan mencurahkan atau mengerahkan seluruh usaha dan kesungguhan, potensi yang dimiliki sampai akhir masa suatu urusan hingga tujuan tercapai. Kerja keras adalah suatu istilah yang melingkupi suatu upaya yang terus dilakukan pekerjaan/yang menjadi tugasnya sampai tuntas. Kerja keras bukan berarti bekerja sampai tuntas lalu berhenti, istilah yang kami maksud adalah mengarah pada visi besar yang harus dicapai untuk kebaikan/kemaslahatn manusia.  Kerja keras akan mendidik individu memiliki stamina yang kuat serta kedisiplinan, keberdayagunaan, dan ketersediaan diri yang tinggi. Contohnya, seorang penjual sayur-mayur yang menjual hasil kebun sendiri. Setiap hari mereka berangkat pagi-pagi buta. Meskipun cuaca masih gelap, kadang-kadang mereka membawa obor penerang jalan. Sesampainya di kota atau di pasar dengan sabar mereka menawarkan dagangannya sampai laku. Demikian setiap hari pekerjaan itu ditekuninya, namun mereka sangat bangga apabila memperoleh hasil untuk menghidupi keluarganya.

Kedua, kerja cerdas adalah bentuk usaha yang terarah dalam mendapatkan sebuah hasil, dengan menggunakan mesin kecerdasan (STIF : Sensing-Thinking-Intuiting-Feeling) sebagai daya ungkit prestasi kerja. Sumber kekuatan yang digunakan adalah kekuatan dalam yang bersumber dari mesin otak. Kerja cerdas akan mengarahkan individu memiliki karakter untuk memperbesar skala, mengefektifkan sistem, mengkapitalisasi asetnya dan membina tim kerjanya. Cara untuk memaksimalkan kecerdasan yaitu dengan menggunakan otak kita sesering mungkin, agar jutaan dendrit yang ada di dalamnya tersambung satu dengan lainnya. Caranya dengan belajar (membaca, diskusi, mempersepsi keadaan sekitar, terlibat persoalan rumit dan mencoba mencari solusi). Kemudian, dalam hal ini kerja cerdas dapat diukur dapat ditingkatkan melalui Emosional Spiritual Quotient (ESQ) yakni Physical Quotient untuk mengetahui tingkat kemampuan seseorang secara fisik, Intelectual Quotient untuk mengukur kecerdasan kuantitatif (berhitung, memecahkan soal rumit, mensistematiskan persoalan, menetapkan prioritas, menemukan kesalahan mikroskopis), Creativity Quotient untuk mengetahui tingkat kreativitas seseorang (mencari alternatif, terobosan, inovasi baru) dan Emotional Quotient untuk mengukur kematangan emosi seseorang (kesabaran, menahan emosi, menyelami perasaan orang lain). Contohnya, perilaku/sikap pekerja cerdas dalam melakukan setiap pekerjaannya menggunakan teknologi yang tepat, menggunakan konsep hitungmenghitung, memakai/menggunakan bahasa global, pandai bernegosiasi, berkomunikasi dan pandai pula mengelola informasi.

Ketiga, kerja ikhlas adalah adalah bentuk usaha yang terarah dalam mendapatkan sebuah hasil, dengan menggunakan kesucian hati sebagai manifestasi kemuliaan dirinya. Sumber kekuatan yang digunakan adalah kekuatan paling dalam yang bersumber dari kalbu. Kerja ikhlas mengarahkan individu memiliki karakter diantaranya memiliki kapasitas yang besar dan kejernihan pandangan. Selain itu hidupnya yang penuh dengan keberuntungan digunakan untuk memberi manfaat yang sebanyak mungkin. Contoh, seorang buruh pabrik yang bekerja dengan gaji pas-pasan, namun tetap bekerja dengan baik, melaksanakan pekerjaan dengan tulus dan semata-mata merupakan pengabdian kepada pekerjaannya yang menghasilkan uang untuk keperluan hidup keluarga.




[1] Sjafri Mangkuprawira, Produktifitas Dan Budaya Kerja Indonesia, diunduh dari https://rona
wajah.wordpress.com/2008/12/16/produktifitas-dan-budaya-kerja-indonesia/
diunduh pada 30 Juni 2015
[2] Badan Administrasi Perencanaan dan Sistem Informasi, 2014, Human Development Index 2014, diunduh dalam http://fe.gunadarma.ac.id/majalah/2014/12/30/human-development-index-2014 pada 30 Juni 2015
[3] Dikutip, dalam, ibid,
Categories:

2 komentar:

Admin PPKn Online mengatakan...

Silahkan masukan dan sarannya di http://warungimpian.blogspot.co.id/

Admin PPKn Online mengatakan...

Silahkan masukan dan sarannya di http://warungimpian.blogspot.co.id/