Gambaran Umum
Masyarakat Indonesia
Insititute
for Management of Development,
Swiss, World Competitiveness Book
(2007), memberitakan bahwa pada tahun 2005, peringkat produktivitas kerja
Indonesia berada pada posisi 59 dari 60 negara yang disurvei. Atau semakin
turun ketimbang tahun 2001 yang mencapai urutan 46. Sementara itu negara-negara
Asia lainnya berada di atas Indonesia seperti Singapura (peringkat 1), Thailand
(27), Malaysia (28), Korea (29), Cina (31), India (39), dan Filipina (49).
Urutan peringkat ini berkaitan juga dengan kinerja pada dimensi lainnya yakni
pada Economic Performance pada tahun 2005 berada pada urutan buncit yakni ke
60, Business Efficiency (59), dan Government Efficiency (55). Lagi-lagi diduga
kuat bahwa semuanya itu karena mutu sumberdaya manusia Indonesia yang tidak
mampu bersaing. Juga mungkin karena faktor budaya kerja yang juga masih lemah
dan tidak merata. Bisa dibayangkan dengan kondisi krisis finansial global
belakangan ini bisa-bisa posisi Indonesia akan bertahan kalau tidak ada remedi
yang tepat.[1]
Bahkan, berkaitan dengan budaya kerja
dapat dinilai pula dari Pada tahun 2014 UNDP merilis laporan HDI untuk 187
negera dengan nilai rata-rata HDI sebesar 0,702 (pada skala 0 sampai 1).
Sebagian besar negara-negara di dunia menunjukkan peningkatan HDI, namun
peningkatannya tidak merata. Wilayah yang masih menunjukkan HDI relatif rendah
adalah Afrika sub-Sahara (0,502) dan Asia Selatan (0,588), sedangkan yang
tertinggi yaitu Amerika Latin dan Karibia (0, 740), diikuti oleh Eropa dan Asia
Tengah ( (0,738).[2]
Indonesia menempati peringkat ke-108
dari 187 negara pada tahun 2013, atau tidak mengalami perubahan dari tahun
2012. Posisi tersebut menempatkan Indonesia pada kelompok menengah. Skor nilai
HDI Indonesia sebesar 0,684, atau masih di bawah rata-rata dunia sebesar 0,702.
Peringkat dan nilai HDI Indonesia masih di bawah rata-rata dunia dan di bawah
empat negara di wilayah ASEAN (Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand).
Tiongkok yang pada tahun 1990 masih di bawah Indonesia,mulai menyusul Indonesia
pada tahun 2005. Perkembangan nilai HDI Indonesia sejak tahun 1990 dan
perbandingandengan dengan emapt negara ASEAN serta Korea, Tiongkok, dan Jepang
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.[3]
Terlebih, saat ini begitu terasa akan
betapa kurang baiknya budaya kerja bangsa Indonesia, hal ini dapat
direfleksikan dalam berbagai difat yang melekat dalam identitas diri setiap personal
individu, seperti kurangnya sikap disiplin, produktif, inovatif, ikhlas, semangat
serta tidak mau bekerja keras seperti bangsa-bangsa yang lebih maju. Lebih
lanjut, dalam hal ini akan mencoba menekankan pada kebiasaan masyarakat
Indonesia dalam bekerja yang memiliki tendensi kurang produktif. Semua itu
menyebabkan sebagian besar anak bangsa yang saat ini kita lihat banyak
menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak produktif, sehingga membuat
mereka masih terbelenggu didalam kebodohan, kemiskinan, dan selalu kalah dalam
persaingan termasuk dalam hal bisnis.
Melihat berbagai persoalan fundamen
diatas maka perlu adanya analisis mendalam dalam membangun dan membentuk budaya
kerja bangsa Indonesia secara ikhlas cerdas dan produktif berdasarkan kaidah Emotional and Social Quetiont (ESQ).
Secara sederhana, ESQ merupakan sebuah singkatan dari Emotional Spiritual
Quotient yang merupakan gabungan EQ dan SQ, yaitu Penggabungan antara
pengendalian kecerdasan emosi dan spiritual. Definisi, Emosional Spiritual Quotient (ESQ) Model adalah Model Kemampuan
seseorang untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, prilaku/ahlak dan
kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ (Intelegent
Quotient) yang terdiri dari IQ logika/berpikir dan IQ Financial/Kecerdasan memenuhi kebutuhan hidupnya/keuangan, EQ (Emosional Quotient) dan SQ(Spiritual Quotient) secara komprehensif.
Oleh sebab itu, kaidah Emotional and
Social Quetiont (ESQ) menjadi pakem yang paling “pas” dalam membangun etos
kerja yakni kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas.
Membangun
Etos Kerja (Kerja Keras, Kerja Cerdas, dan Kerja Ikhlas)
Sebagai bangsa yang besar, bangsa
Indonesia telah menunggu karya-karya inovatif untuk bangkit menjadi bangsa yang
besar. Dalam aktivitas saudara di masyarakat jangan lupa untuk selalu
mengedepankan karakter untuk selalu memberikan yang terbaik (giving the best), yang dijiwai dengan
akhlak dan budi pekerti yang mulia. Implementasikan selalu prinsip Kerja (Kerja
Keras, Kerja Cerdas, dan Kerja Ikhlas) dalam diri pribadi, serta lingkungan
aktivitas dan pekerjaan. Berikut ini akan dijelaskan berkaitan dengan role dari langkah-langkah membangun etos
kerja (Kerja Keras, Kerja Cerdas, dan Kerja Ikhlas).
Pertama, Kerja keras merupakan perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya. Kerja keras adalah kemampuan mencurahkan atau
mengerahkan seluruh usaha dan kesungguhan, potensi yang dimiliki sampai akhir
masa suatu urusan hingga tujuan tercapai. Kerja keras adalah suatu istilah yang
melingkupi suatu upaya yang terus dilakukan pekerjaan/yang menjadi tugasnya
sampai tuntas. Kerja keras bukan berarti bekerja sampai tuntas lalu berhenti,
istilah yang kami maksud adalah mengarah pada visi besar yang harus dicapai
untuk kebaikan/kemaslahatn manusia. Kerja keras akan mendidik individu memiliki
stamina yang kuat serta kedisiplinan, keberdayagunaan, dan ketersediaan diri
yang tinggi. Contohnya, seorang penjual sayur-mayur yang menjual hasil kebun
sendiri. Setiap hari mereka berangkat pagi-pagi buta. Meskipun cuaca masih
gelap, kadang-kadang mereka membawa obor penerang jalan. Sesampainya di kota
atau di pasar dengan sabar mereka menawarkan dagangannya sampai laku. Demikian
setiap hari pekerjaan itu ditekuninya, namun mereka sangat bangga apabila
memperoleh hasil untuk menghidupi keluarganya.
Kedua, kerja cerdas adalah bentuk usaha yang terarah dalam
mendapatkan sebuah hasil, dengan menggunakan mesin kecerdasan (STIF : Sensing-Thinking-Intuiting-Feeling)
sebagai daya ungkit prestasi kerja. Sumber kekuatan yang digunakan adalah
kekuatan dalam yang bersumber dari mesin otak. Kerja cerdas akan mengarahkan
individu memiliki karakter untuk memperbesar skala, mengefektifkan sistem,
mengkapitalisasi asetnya dan membina tim kerjanya. Cara untuk memaksimalkan
kecerdasan yaitu dengan menggunakan otak kita sesering mungkin, agar jutaan
dendrit yang ada di dalamnya tersambung satu dengan lainnya. Caranya dengan
belajar (membaca, diskusi, mempersepsi keadaan sekitar, terlibat persoalan
rumit dan mencoba mencari solusi). Kemudian, dalam hal ini kerja cerdas dapat
diukur dapat ditingkatkan melalui Emosional
Spiritual Quotient (ESQ) yakni Physical
Quotient untuk mengetahui tingkat kemampuan seseorang secara fisik, Intelectual Quotient untuk mengukur
kecerdasan kuantitatif (berhitung, memecahkan soal rumit, mensistematiskan
persoalan, menetapkan prioritas, menemukan kesalahan mikroskopis), Creativity Quotient untuk mengetahui
tingkat kreativitas seseorang (mencari alternatif, terobosan, inovasi baru) dan
Emotional Quotient untuk mengukur
kematangan emosi seseorang (kesabaran, menahan emosi, menyelami perasaan orang
lain). Contohnya, perilaku/sikap pekerja cerdas dalam melakukan setiap
pekerjaannya menggunakan teknologi yang tepat, menggunakan konsep
hitungmenghitung, memakai/menggunakan bahasa global, pandai bernegosiasi,
berkomunikasi dan pandai pula mengelola informasi.
Ketiga, kerja ikhlas adalah adalah bentuk usaha yang terarah
dalam mendapatkan sebuah hasil, dengan menggunakan kesucian hati sebagai
manifestasi kemuliaan dirinya. Sumber kekuatan yang digunakan adalah kekuatan
paling dalam yang bersumber dari kalbu. Kerja ikhlas mengarahkan individu
memiliki karakter diantaranya memiliki kapasitas yang besar dan kejernihan
pandangan. Selain itu hidupnya yang penuh dengan keberuntungan digunakan untuk
memberi manfaat yang sebanyak mungkin. Contoh, seorang buruh pabrik yang
bekerja dengan gaji pas-pasan, namun tetap bekerja dengan baik, melaksanakan
pekerjaan dengan tulus dan semata-mata merupakan pengabdian kepada pekerjaannya
yang menghasilkan uang untuk keperluan hidup keluarga.
[1]
Sjafri Mangkuprawira, Produktifitas Dan
Budaya Kerja Indonesia, diunduh dari https://rona
wajah.wordpress.com/2008/12/16/produktifitas-dan-budaya-kerja-indonesia/ diunduh pada 30 Juni 2015
wajah.wordpress.com/2008/12/16/produktifitas-dan-budaya-kerja-indonesia/ diunduh pada 30 Juni 2015
[2]
Badan Administrasi Perencanaan dan Sistem Informasi, 2014, Human Development Index 2014, diunduh dalam http://fe.gunadarma.ac.id/majalah/2014/12/30/human-development-index-2014 pada 30 Juni 2015
[3]
Dikutip, dalam, ibid,
2 komentar:
Silahkan masukan dan sarannya di http://warungimpian.blogspot.co.id/
Silahkan masukan dan sarannya di http://warungimpian.blogspot.co.id/
Posting Komentar