Pemuda merupakan generasi
penerus cita-cita perjuangan sebuah bangsa, kader pergerakan bangsa, dan kader
masyarakat, yang nantinya akan dijadikan sebagai kader perubahan dengan
kemampuan kepemimpinan serta ide-idenya yang cemerlang dalam memberikan
perbedaan dengan budaya keunggulannya. Sebagaimana menyitir pendapat Nur Syam,
generasi muda adalah the leader of
tommorow. Secara definitif seseorang dianggap pemuda jika dari sisi usia
adalah dalam bentangan usia 10-24 tahun. Di sisi lain, seseorang bisa saja dianggap muda jika yang bersangkutan memiliki
semangat sebagaimana kaum muda. Bisa jadi usianya tua kira-kira 40 tahunan akan
tetapi masih berjiwa muda. Sehingga tidak salah jika pemuda selalu diidentikan
dengan perubahan karena peran pemuda sangat menentukan di masa yang akan datang
atau yang biasa kita kenal yaitu agent of
change. Pemuda sebagai pelopor perubahan (agent of change) memerlukan roh dan semangat yang menjadi landasan
utamanya. Jatidiri Indonesia pada hakekatnya adalah roh dan semangat yang
menggerakan untuk bangkit melawan berbagai tantangan yang sekarang ini menjadi
realitas bangsa.
Namun dewasa ini krisis multidemensi
merupakan faktor utama hilangnya jati diri bangsa. Globalisasi yang sering
diartikan sebagai “dunia tanpa batasan”
memberikan berbagai dampak terutama penyimpangan moral psikologis masyarakat
Indonesia khususnya para pemuda. Meminjam istilahnya, Cecep Darmawan (2009)
dalam Jurnal Negarawan mengemukakan bahwa globalisasi adalah sebuah
keniscayaan. Dengan ini jelas bawasannya arus globalisasi mampu mengendalikan
kehidupan global masyarakat saat ini, menurut
David C. Korten (1988) terdapat empat mainstreem yang
mengendalikannya yaitu : 1) teknologi berkembang pesat melebihi era sebelumnya;
2) masyarakat dunia bergerak sangat dinamis; 3) persaingan yang semakin
menajam; dan 4) pasar terbuka. Hal ini menjadi sebuah ironi tatkala gerak
globalisasi ini terus berkembang dan mengendalikan berbagai aspek kehidupan manusia
tanpa mampu terbendung. Sedangkan dalam buku Kebijakan Nasional Pembangunan
Karakter Bangsa 2010-2045, dijelaskan permasalahan bangsa saat ini seperti:
disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila, keterbatasan
perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila, bergesernya
nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memudarnya kesadaran
terhadap nilai-nilai budaya bangsa, disintegrasi bangsa, dan melemahnya
kemandirian bangsa.
Selain fenomena-fenomena tersebut, terdapat
fenomena lain yang harus diperhatikan
antara lain jumlah penyimpangan dan kenakalan remaja yang semakin parah
dan dekadensi moral yang banyak terjadi di berbagai kalangan. Informasi global
yang semakin mudah diakses justru memancing remaja untuk mengadaptasi
kebiasaan-kebiasaan yang tidak menggambarkan jati diri bangsa Indonesia sebagai
contoh masuknya budaya-budaya barat seperti gaya berpakaian, gaya pergaulan
hidup, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil
survei yang yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak
(KOMNAS-PA) baru-baru ini mengungkapkan bahwa sebanyak 62,7 persen siswi SMP
sudah pernah melakukan hubukan seks pra-nikah, alias tidak perawan. Sementara
21,2 persen dari para siswi SMP tersebut mengaku pernah melakukan aborsi
ilegal. Dari survei yang diselenggarakan KOMNAS-PA tersebut terungkap bahwa
tren perilaku seks bebas pada remaja Indonesia tersebar secara merata di
seluruh kota dan desa, dan terjadi pada berbagai golongan status ekonomi dan
sosial, baik kaya maupun miskin. Data tersebut diperoleh berdasarkan
survei oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS-PA) yang dikumpulkan dari
4.726 responden siswa SMP dan SMA di 17 kotabesar[3]. Sedangkan menurut
survey Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah tentang
perilaku remaja saat berpacaran menunjukkan saling mengobrol 100%, berpegangan
tangan 93,3%, mencium pipi/kening 84,6%, berciuman bibir 60,9%, mencium leher
36,1%, saling meraba (payudara dan kelamin) 25%, dan melakuan hubungan seks
7,6%[4]. Temuan survei atau
penelitian semacam ini bukanlah merupakan berita yang ringan karena hal ini
hanya merupakan salah satu dari berbagai dampak globalisasi yang menyebabkan
krisis identitas bangsa. Lunturnya budaya dan nilai-nilai adiluhur dalam diri remaja lebih banyak
disebabkan keinginan mereka untuk meniru dari informasi yang mereka serap tanpa
melakukan filter apapun. Sehingga hal itu menyebabkan pergeseran nilai-nilai luhur
yang dianut remaja di era globalisasi ini.
Bertitik tolak penjelasan diatas maka
pertumbuhan dan perkembangan globalisasi ini bisa diibaratkan seperti pedang
bermata dua. Disatu sisi globalisasi menawarkan dampak positif sebagai contoh
melalui pertumbuhan teknologi dan informasi mampu memberikan kita kesempatan
untuk mengakses segala informasi dari seluruh penjuru dunia. Namun di lain sisi
distorsi. nilai-nilai yang dikemas sedemikian rupa dengan penguatan argumen yang
seolah-olah rasional dan objektif ini, merupakan salah satu bentuk perusakan
jati diri (nilai-nilai adiluhur)
bangsa Indonesia. Dari berbagai pendapat para ahli dan hasil penelitian yang
disebutkan dimuka mengenai berbagai dampak globalisasi bagi pemuda terlihat
jelas masih belum adanya sikap yang optimal dari pemuda dalam menghadapi dan
menyikapi globalisasi secara bijaksana. Sehingga penulis ingin mengetahui,
memahami, dan menganalisis peranan penting pemuda dalam mewujudkan bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang berintegritas dalam era globalisasi. Maka penulis
mengambil judul : “Training KaderBangsa Sebagai Upaya Efektif Mengoptimalisasikan Peran Pemuda dalam MemintasiKrisis Identitas Bangsa di Tengah Arus Globalisasi (Studi Pelajar SMA di KotaSemarang)”
Selengkapnya Download Disini!
0 komentar:
Posting Komentar